Rabu, 30 Juni 2010

Masalah SDM Ditjen Pajak Serius

Jakarta - Proses peningkatan kualitas sumber daya manusia di Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat dilakukan dengan cepat karena sebagai institusi pemerintah, Ditjen Pajak tidak dapat mengadopsi mekanisme pengembangan sumber daya manusia yang diterapkan perusahaan swasta. 
Pengembangan kualitas 5.000-6.000 pegawai Ditjen Pajak yang tidak berkinerja sesuai dengan tuntutan modernisasi berlangsung sangat lambat.

”Dari 32.000 pegawai di Ditjen Pajak, ada sekitar 5.000-6.000 orang yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja modern. Namun, Ditjen Pajak tidak seperti di perusahaan swasta yang bisa memberhentikan dengan golden shakehand (pesangon dengan jumlah besar sesuai kesepakatan perusahaan dan pegawai yang diberhentikan),” ungkap Kepala Subdirektorat Manajemen Informasi di Direktorat Transformasi Bisnis Ditjen Pajak Luky Alfirman di Jakarta, Selasa (29/6), saat berbicara dalam seminar reformasi perpajakan bertema ”Membedah Problematika, Kebijakan, dan Mafia Perpajakan di Indonesia”.

Meski banyak keterbatasan dalam mereformasi sumber daya manusia, Luky mengatakan, Ditjen Pajak tetap meneruskan proses reformasi jilid kedua. Salah satu yang sedang diperbaiki adalah aturan sumber daya manusia yang masih menggunakan produk hukum lama tahun 1970-an sehingga tidak lagi sesuai dengan perkembangan saat ini.

baca selengkapnya....

Potensi Kehilangan Pajak Akibat Transfer Pricing Rp 1.300 Triliun

JAKARTA. Bukan main. Potensi kehilangan (potential lost) penerimaan pajak akibat praktik transfer pricing yang dilakukan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia selama 2009 lalu mungkin mencapai Rp 1.300 triliun.
Jika perkiraan itu tepat, ini sungguh keterlaluan. "Angka Rp 1.300 triliun itu signifikan karena setara dengan 60% total transaksi yang mencapai Rp 2.100 triliun," kata Pengamat Perpajakan Narliswandi Piliang dalam seminar dengan tajuk Reformasi Perpajakan kemarin (29/6).

Narliswandi menyatakan, angka tersebut berasal dari Seksi Transfer Pricing Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yang diolah berdasarkan data milik Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). "Transfer pricing biasanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional kita untuk meminimalkan nilai pajak yang dibayar melalui rekayasa harga," ungkap dia.

Transfer pricing adalah trik penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan lewat cara bertransaksi dengan perusahaan afiliasi di luar negeri memakai harga yang tak wajar. Akibatnya, perusahaan tampak rugi atau untung tipis dan akhirnya membayar pajak penghasilan (PPh) nilai lebih kecil dari seharusnya atau membayar PPH sama sekali.

Narliswandi kecewa pada Ditjen Pajak yang hanya menempatkan 12 orang untuk mengendus praktik transfer pricing. "Itu pun tak semua paham," ujar dia. Ia menambahkan, Ditjen Pajak baru membentuk Seksi Transfer Pricing pada 2007 lalu, setelah banyak perusahaan yang mengaku rugi.

Indonesia semestinya bisa meniru Singapura yang lebih tegas menangani transfer pricing. Negeri Merlion itu mengharuskan penanam modal asing yang tak untung dalam lima tahun untuk angkat kaki dari bumi Singapura.

Ketua Komite Pengawas Perpajakan (KPP) Anwar Suprijadi menuturkan, transfer pricing memang berpotensi terhadap kemungkinan penyalahgunaan pajak. Namun, untuk mengendus praktik tersebut tidak mudah, perlu keahlian khusus. "Sebetulnya, keahliannya sudah ada tinggal memanfaatkan dan keseriusan untuk menangani saja," ujar dia.

Menurut Anwar, perlu ada langkah nyata dari Ditjen Pajak untuk menangani praktik transfer pricing, termasuk menjalin kerjasama dengan negara lain. "Seperti yang digagas dalam G-20 (Kelompok 20)," kata Anwar.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo mengatakan direktoratnya sudah menyiapkan sumber daya di bidang transfer pricing sebanyak 1.015 orang yang tersebar di kantor-kantor pajak di seluruh Indonesia. Plus, menempatkan 15 intelijen di luar negeri.

Selasa, 22 Juni 2010

Agus Marto Ancam Tindak Tegas Aparat Pajak Nakal

Jakarta - Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan agar semua aparat Ditjen Pajak yang terkait kasus-kasus Pajak ditindak tegas tanpa tebang pilih. Dirinya akan memperkuat sistem pengendalian internal untuk menghindari penipuan sejenis.
"Kita tegaskan bahwa karyawan dan karyawati aparat pajak dari Ditjen Pajak yang tersangkut dengan kasus-kasus yang ada baik perpajakan di Gayus, Bahasyim, Surabaya, Bandung, kami minta semua untuk segera ditindak. Pemerintah tetap menjunjung praduga tak bersalah, tapi harus mengambil tindakan tegas pada karyawan dan karyawati (Ditjen Pajak)," ujarnya saat ditemui di Kantor Menko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (21/6/2010) malam.

Agus Marto menyatakan pihaknya akan memperkuat sistem pengendalian internal guna menghindari tindakan penipuan sejenis. Selain itu, lanjutnya, pihaknya juga terus melakukan perbaikan dan penguatan sistem Teknologi Informasi karena dirinya menilai tindakan penyelewengan bisa saja menggunakan sistem elektronik.

"Di era modern, tidak hanya hard copy tapi secara elektronik bisa membahayakan. Kita sudah lakukan ulang apa yang diperintah 3 minggu lalu. Sudah ada tindak lanjut dan perbaikan ke depan," jelasnya.

Yang terpenting, ujar Agus Marto, pihaknya akan berupaya semaksimal mungkin agar penerimaan negara melalui pajak tidak terganggu sehingga bisa melebihi budget seperti yang telah terjadi pada realisasi penerimaan negara melalui bea cukai.

"Kita juga mendiskusikan agar penerimaan negara dari pajak harus baik. Selama ini penerimaan sudah cukup baik. Tapi yang mencolok penerimaan anggaran di bea cukai yang lebih tinggi dari budget. Kalau pajak kurang lebih sama kayak budget," tutupnya.

Menkeu Terus Benahi Sistem Ditjen Pajak

Jakarta - Menteri Keuangan Agus Martowardojo berjanji akan terus membenahi sistem dalam Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, termasuk kebijakan dan sumber daya manusia.
"Terhadap modus-modus yang dilakukan sehingga ada kondisi yang merugikan, kita sudah melakukan pendalaman untuk perbaikan sistem, perbaikan kebijakan dan perbaikan sumber daya manusia," kata Menkeu seusai rapat koordinasi di Kantor Menko Perekonomian di Jakarta, Selasa.

Ia juga menegaskan bahwa terhadap kasus Gayus, kasus Bahasjim, kasus penipuan pajak di Bandung dan Surabaya telah diambil tindakan tegas dan tim dari Itjen terus memeriksa pihak-pihak yang diduga terlibat, termasuk kemungkinan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat dan peng-nonaktifan dari jabatan.

"Bisa diputuskan namun dalam melakukan penyelidikan lebih dalam kita junjung tinggi asas praduga tak bersalah dan kalau sudah ditindak kita umumkan," ujarnya.

Menurut dia, Kementerian Keuangan terus memberikan bantuan dalam proses adminstratif agar penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dapat berjalan lancar dan cepat terungkap para pelakunya.

"Secara adminstratif mereka harus dihukum, apakah sampai harus diberhentikan atau dilaporkan kepada instansi penegak hukum ataukah diberhentikan biasa, kami membuat keputusan berdasarkan masukan dari Itjen," ujar Menkeu.

Sementara terkait kasus Gayus, mantan Pejabat sementara (Pjs) Kepala Sub Direktorat Penelaah dan Keberatan Banding Direktorat Pajak Maruli Pandapotan Manurung telah ditetapkan sebagai tersangka.

Mantan atasan Gayus Tambunan ini menjadi tersangka berdasarkan berdasarkan surat pemanggilan Nomor : S.Pgl/502/VI/2010/Pidkor dan WCC ditandatangani Ketua Tim Penyidik Independen Polri, Inspektur Jenderal Pol. Mathius Salempang tertanggal 18 Juni 2010.

Penyidik kepolisian menduga Maruli terkait kasus korupsi dan menerima suap dari PT SAT sebesar Rp290 juta untuk mengabulkan permohonan keberatan Wajib Pajak.

Maruli termasuk dari sepuluh pejabat Direktorat Pajak yang dinonaktifkan karena diduga terkait Gayus Tambunan soal mafia perpajakan.

Ditjen Pajak Resmi Serahkan Tersangka Kasus Pajak ke Kejaksaan

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak telah resmi menyerahkan berkas perkara berikut tersangka AH ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dalam kasus faktur pajak tidak sah.
"Kita sampaikan berkas beserta tersangka AH. Ini untuk melengkapi proses yang sudah dinyatakan P21 oleh Kejaksaan," kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak M. Iqbal Alamsjah, Selasa (22/6).

Menurut Iqbal, AH selaku pemegang saham sekaligus direktur PT BAM dan PT MNU diduga telah melakukan tindak pidana perpajakan. Modus operandinya dengan menerbitkan dan atau mengedarkan faktur pajak standar secara tidak sah yang telah dikreditkan sebagai pajak masukan yang sebagian besar digunakan oleh PT PHS Grup (Permata Hijau Sawit). Kemudian mengkreditkan atau menggunakan faktur pajak standar yang tidak sah.

"Melaporkan faktur pajak tersebut ke dalam SPT masa PPN a.n PT BAM dan PT MNU sehingga isinya tidak benar dan selanjutnya menyampaikan SPT masa PPN tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak," jelasnya.

Itu dilakukan AH dalam kurun waktu Januari 2006 sampai Desember 2006. Tindakan tersebut melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1) UU No.6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No.16 Tahun 2000 jo Ketentuan Pasal 64 KUHP. Karena perbuatan ini negara mengalami kerugian sekurang-kurangnya Rp22,6 miliar untuk PT BAM dan Rp16,099 untuk PT MNU.

Terkait kasus faktur pajak tidak sah ini, beberapa tersangka lainnya di PT Surya Duta Niaga, PT Karunia Multi Guna, dan PT Sumber Tani Niaga yang juga supplier PT PHS telah diinyatakan bersalah di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Jakarta Selatan.

Minggu, 13 Juni 2010

Ditjen Pajak Tindak Lanjuti Temuan BPK

JAKARTA: Direktorat Jen­deral Pa­jak menyatakan akan menindak­lan­juti se­mua temuan Badan Pe­me­riksa Keuangan (BPK) yang te­rang­kum dalam laporan ha­sil pemeriksaan atas la­por­an keuangan peme­rintah pusat (LKPP) 2009.
Dirjen Pajak Mo­cha­mad Tjip­tar­djo me­nga­takan pi­haknya te­ngah membahas te­muan dan rekomendasi BPK da­lam laporan hasil audit itu.
"Kami sudah dievaluasi, nanti ka­mi tindak lanjuti, la­lu kami la­por­kan ke BPK," katanya singkat saat di­­­temui di kantornya ke­ma­rin.
Hasil audit Badan Pemeriksa Ke­uang­an (BPK) atas laporan ke­uang­­an pemerintah pusat (LKPP) 2009 me­nemukan adanya penerimaan per­pa­jak­an, menurut sistem akuntansi umum (SAU), se­nilai Rp1,26 triliun yang be­lum dapat di­re­kon­siliasi de­ngan penerimaan menurut sistem akuntansi in­stansi (SAI).
Penerimaan perpajakan di­catat oleh Ditjen Pajak da­lam SAI de­ngan menggu­na­kan modul penerimaan ne­gara (MPN) dan oleh kas negara dalam sistem SAU.
Namun, praktiknya terdapat per­bedaan pencatatan antara Ditjen Pa­jak dan Kas Negara. Perbedaan itu di antaranya pertama, se­ba­nyak 179.195 transaksi se­nilai Rp1,08 tri­liun tercatat sebagai penerimaan di Kas Negara tetapi tidak tercatat di Ditjen Pajak. Lalu, kedua, se­ba­nyak 189.494 transaksi se­nilai Rp1,21 triliun terca­tat sebagai penerimaan di Ditjen Pajak tetapi tidak tercatat di Kas Negara.
Sebelumnya dalam LHP atas LKPP 2008, BPK juga sudah menemukan adanya perbedaan realisasi penerimaan perpajakan menurut SAI dan kelemahan penca­tatan pe­ne­rimaan per­pa­ja­kan dalam ap­li­ka­si mo­dul penerimaan negara.

Bukti Permulaan Gugurkan Status WP Berisiko Rendah

JAKARTA, Status Wajib Pajak (WP) berisiko rendah akan gugur jika Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak melakukan pemeriksaan dengan mengeluarkan bukti permulaan.

“Menurut aturan, itu (status WP berisiko rendah) gugur (jika Ditjen Pajak mengeluarkan bukti permulaan ) , tapi kami memiliki kewajiban untuk memberitahukan kepada WP bersangkutan bahwa statusnya sebagai WP berisiko rendah, sudah dicabut,”kata Kasubdit Bidang Pelayanan Direktorat P2 Humas Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Temi Utami, di Jakarta, Kamis (10/6).

Menurut Temi, WP berisiko rendah berhak atas penyelesaian pembayaran restitusi pajak dalam satu bulan. Selain itu, WP ini hanya dikenai sanksi denda sebesar 2%, bukan 100% seperti yang dikenakan terhadap WP biasa, jika dalam suatu pemeriksaan terbukti restitusi yang dikembalikan tidak sebesar yang telah dibayarkan atau seharusnya tidak dikembalikan,.

Pajak dan Bea Cukai Harus Audit Bersama Perusahaan Sawit dan Migas

Jakarta - Sering bermasalah dengan perusahaan CPO dan migas, Komite Pengawasan Perpajakan rekomendasikan Menteri Keuangan untuk joint audit antara Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai.
Menurut Ketua Komwas Perpajakan Anwar Suprijadi, terdapat kecenderungan penyalahgunaan fasilitas, restitusi yang tidak valid, dan pencatatan bea keluar.
"Kecenderungan di dalam restitusi, bea keluar, restitusi yang nggak valid. Biasanya dicegat di Bea Cukai tapi di pajaknya lolos," ujarnya saat dihubungi detikFinance, Jumat (11/6/2010).
Oleh karena itu, lanjut Anwar, pihaknya memberikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan Agus Martowardojo untuk melakukan untuk joint audit antara Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai.
"Rekomendasi sudah diberikan kepada Menkeu. Supaya mereka compliance di 2 sisi baik di sisi (Ditjen) Bea Cukai dan (Ditjen) Pajak," tukasnya.
Pengamat kebijakan publik Ronny Bako menyatakan dalam bisnis perusahaan CPO dan migas pasti memiliki potensi penerimaan dari sisi Pajak dan Bea Cukai, baik bea keluar maupun bea masuk.
"Seharusnya dua-duanya kena, apalagi yang diekspor. Seharusnya wajib pajak berkewajiban melaporkan sehingga diketahui ditjen pajak dan bea cukai. Tapi kebanyakan di bea cukai tercatat, di pajaknya tidak. Itu kan aneh. Objeknya itu kan diekspor. Itu pasti dua-duanya kena," tegasnya.
Ronny mengakui memang terdapat kelemahan dalam pengawasan Menteri Keuangan dalam sinkronisasi penerimaan negara dari pajak dan bea cukai.
"Itu kan urusan Menteri Keuangan untuk menghitung sebagai pengawas pajak dan bea cukai. Saya kira lemahnya di situ. Tugas Menteri Keuangan untuk sinkronisasi penerimaan negara," tegasnya.

Insentif Pajak 50% dengan Self Assessment

JAKARTA (Bisnis.com): Pemberian fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif PPh badan yang berlaku, dilaksanakan dengan cara self assessment pada saat penyampaian surat pemberitahuan (SPT) tahunan PPh Wajib Pajak Badan.
Hal itu ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak bernomor SE-66/PJ/2010 tentang Penegasan atas Pelaksanaan Pasal 31E ayat 1 UU PPh.
"Wajib pajak tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut," kata Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo dalam SE itu yang diperoleh Bisnis.com hari ini.
Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak Sjarifuddin Alsah menjelaskan penerbitan SE tersebut sebagai pengantar dan aturan pelaksana sekaligus mengganti aturan lama yang dasarnya dari peraturan pemerintah. "Sekarang langsung dari pasal 31E UU PPh," jelasnya singkat.
Merujuk pasal 31E ayat 1 UU tantang PPh, wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50 miliar mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif PPh badan yang berlaku yang dikenakan atas penghasilan kena pajak (PKP) dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar.
Peredaran bruto yang dimaksud adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang meliputi penghasilan yang dikenai PPh bersifat final, penghasilan yang dikenai PPh tidak final, dan penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
Dalam SE itu, Tjiptardjo juga menegaskan bila fasilitas diskon pajak tersebut bukan merupakan pilihan. "Sepanjang akumulasi peredaran bruto tidak melebihi Rp50 miliar, tarif PPh yang diterapkan atas PKP bagi wajib pajak badan dalam negeri wajib mengikuti ketentuan fasilitas pengurangan tarif," tegasnya.

Rabu, 02 Juni 2010

Diusut Perusahaan Yang Alirkan Dana ke Gayus

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Belasan perusahaan yang diduga menyuplai dana ke rekening Gayus sedang diselidiki penyidik Polri. Beberapa perusahaan tersebut diduga melakukan modus baru.

"Jumlahnya itu (perusahaan) untuk sementara diidentifikasi ada belasan,"ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Edward Aritonang saat dihubungi wartawan pada Jumat (28/5).

Sayangnya, Edward sendiri enggan menyebutkan apa saja perusahaan yang telah mentransfer dana ke rekening Gayus tersebut. Menurutnya, itu semua demi kepentingan penyidikan.

Edward pun mengatakan Polri masih berkoordinasi dengan ditjen pajak mengenai perusahaan-perusahaan lain yang diduga terlibat. Menurutnya, terdapat modus baru yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dalam melakukan pengecilan nilai pajak.

Politik Presiden SBY Tersandera Kasus Pajak KPC

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Keputusan Mahkamah Agung menolak PK yang diajukan Ditjen Pajak terkait kasus pajak  PT Kaltim Prima Coal (KPC) mengindikasikan tersanderanya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar, Aburizal Bakrie alias Ical. Muatan politis kasus itu dinilai sangat tinggi sehingga membuat pemerintah sulit bertindak tegas.

Direktur Riset YLBHI, Zainal Abidin, menilai aroma tekanan politis begitu menyengat di kasus pajak itu. Indikasinya cukup jelas dengan melihat penolakan yang diputuskan MA terhadap PK tersebut. ''Saya rasa iya, tekanan politik diduga memengaruhi keputusan itu,'' ujarnya di Jakarta, Jumat (28/5)

Dalam diskusi '4 Tahun Lumpur Lapindo' di kantor Walhi itu, aliansi masyarakat sipil meyakini pula terpilihnya Aburizal sebagai ketua harian sekretariat gabungan menempatkan PT Lapindo Brantas, yang dimiliki oleh keluarga Bakrie, pada posisi kuat. Upaya penyelesaian kasus lumpur Lapindo dipercaya kian sulit terwujud.

Anggota Komisi III DPR, Tjatur Sapto Edi, menilai banyak hakim terkait kasus pajak yang kerap tidak bisa diandalkan untuk menangani kasus pajak. Alhasil banyak kasus menyangkut kerugian negara yang lolos.

Hukum Terkait Gayus, Mabes Polri Minta Izin Periksa Berkas Pajak 40 Perusahaan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Polri meminta Kementerian Keuangan untuk menerbitkan izin berkas empat puluh perusahaan yang ditangani langsung oleh Gayus Tambunan ketika masih menjadi pegawai Ditjen Pajak. Izin tersebut diperlukan untuk mengetahui berapa kerugian negara yang ditimbulkan akibat adanya pengecilan nilai pajak.

Kabareskrim, Komjen Pol Ito Sumardi, mengaku telah mengirim surat kepada menteri keuangan terkait dengan permintaan tersebut. Namun, Ito mengaku, penyidik baru melakukan pemeriksaan secara bertahap terhadap semua perusahaan tersebut. ''Tidak bisa sekaligus kita periksa, tentunya harus prioritas. Yang kedua tentunya harus terkait dengan hasil pemeriksaan, ini kan pengembangan,'' jelasnya disela Rapat Dengar Pendapat (RDP) Polri dengan Komisi III DPR, di Jakarta, Rabu (2/6).

Sebelumnya, ketua tim satuan khusus anti mafia hukum, Irjen Pol Mathius Salempang, mengatakan izin tersebut diperlukan untuk mendapatkan dokumen asli perkara keberatan di pengadilan pajak. ''Untuk dapatkan izin berkas Direktorat Pajak harus gunakan dokumen asli dan butuh izin dari Menkeu,'' ungkapnya.

Mathius mengaku telah menyidik empat perusahaan yang ditangani langsung oleh Gayus. Perusahaan tersebut adalah PT Excelcomindo, PT Surya Alam Tunggal Sidoarjo, PT Dowell Anadrill Schlumberger, dan PT Indocement yang diduga menjadi pengalir dana ke rekening Gayus.

Menurutnya, penyidik telah memanggil 3 orang dari PT SAT, 2 orang dari PT DAS, 3 orang dari PT E, dan 2 orang dari PT I sebagai saksi. Selain itu, ungkapnya, penyidik juga telah memanggil petugas pemeriksa Wajib Pajak 3 orang, petugas penelaah keberatan 2 orang, dan pejabat Ditjen pajak 2 orang juga sebagai saksi.

Selasa, 01 Juni 2010

Berebut gurihnya kontrak CPO Bappebti ajukan lagi fasilitas PPN

Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) pada 21 Mei meluncurkan kontrak berjangka minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dalam denominasi rupiah.

Chicago Mercantile Exchange (CME) Group, bursa berjangka terbesar di dunia yang bermarkas di Amerika Serikat, pada 24 Mei juga meluncurkan kontrak CPO dalam dolar AS.

Semenarik apakah minyak sawit mentah hingga bursa berjangka berlomba meluncurkan kontraknya?

Sebelum BKDI menelurkan kontrak CPO, PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), bursa berjangka pertama di Tanah Air, sudah lebih dulu memperdagangkan kontrak sejenis. Namun, sejak 16 Januari mati suri karena kurang diminati pasar.

baca selengkapnya .....

Dirjen Pajak : "Saya hanya mengemban amanat"

JAKARTA - Imbauan dari Panja Perpajakan Komisi XI DPR untuk menonaktifkan Dirjen Pajak karena kinerjanya yang dinilai kurang maksimal ditanggapi M Tjiptardjo dengan lapang dada.

Dirinya pun menyerahkan semua keputusan tersebut kepada sang atasan yang lebih berhak menilai pekerjaan dan kinerjanya selama ini. Bahkan dia mengatakan bila hal ini bukanlah urusannya.

Hal tersebut diungkapkan Tjiptardjo usai rapat kerja (Raker) dengan Badan Anggaran DPR, Jakarta, Selasa (1/6/2010) malam.

"Saya sebagai pengemban amanat, pegawai negeri, saat ini saya diminta Bapak Menteri untuk tetap lanjutkan reformasi. Bukan diabaikan. Masalahnya itu kan bukan urusan saya, tergantung yang di atas, Pak Menteri dan Pak Presiden. Pokoknya yang terbaik," tegasnya.

Dirinya pun enggan menjawab lebih jauh mengenai hal ini. Intinya, apa yang sedang dikerjakannya saat ini, dia hanya melanjutkan dengan sebaik-baiknya.

"Saya no comment, yang penting kan kalau disuruh lanjutkan, saya lanjutkan. Kalau ditanya ya saya jawab. Gitu saja. Kita harus bijaksana dong," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan akan mempelajari dan menyimak imbauan dan rekomendasi dari Panja Perpajakan Komisi XI DPR untuk menonaktifkan Dirjen Pajak M Tjiptardjo karena kinerjanya yang dinilai kurang maksimal.

"Kita sambut baik desakan dari rekomendasi Panja Perpajakan Komisi XI untuk memperbaiki kinerja sistem perpajakan," ujarnya di Kantor Menko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, kemarin.

Namun, Agus Marto menegaskan untuk penggantian Dirjen Pajak tetap masih merupakan kewenangannya. "Penggantian Dirjen Pajak itu kewenangan saya. Saya mendengarkan dan menyimak yang disampaikan Panja (Perpajakan)," jelasnya.

Agus Marto yang baru sekira lebih dari seminggu menjadi Menteri Keuangan mengaku sampai saat ini dirinya belum selesai melakukan review terhadap kinerja jajarannya di Kementerian Keuangan termasuk Dirjen Pajak, sehingga dia tidak mau terburu-buru untuk melakukan penggantian tersebut.

"Saya belum selesai me-review. Saya akan segera me-review untuk meningkatkan kinerja yang baik menjadi lebih baik lagi," tandasnya

Cari Blog Ini