Minggu, 11 April 2010

Willihar Tamba dan Goh Bun Sen, Dua Tersangka Akhirnya Disebutkan

Dua tersangka dalam berkas perkara dugaan penggelapan pajak Asian Agri Grup yang dijadikan contoh percepatan oleh Kejaksaan Agung dan Direktorat Jenderal Pajak akhirnya disebutkan namanya Mereka adalah Willihar Tamba dan Goh Bun Sen. Nama kedua tersangka itu tercantum dalam siaran pers yang ditandatangani Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Jasman Panjaitan, tanggal 4 Agustus 2009. Siaran pers itu menjawab pertanyaan wartawan yang ingin mengetahui perkembangan penanganan perkara dugaan penggelapan pajak Asian Agri Grup yang hingga kini belum jelas.

Pada 3 April lalu, Jaksa Agung Hendarman Supandji dan Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution sepakat mempercepat penanganan perkara dan akan melimpahkan berkas ke kejaksaan sebulan setelahnya, khusus untuk dua tersangka dari dua perusahaan di bawah Asian Agri Grup. Namun, hingga kini kesepakatan itu belum terealisasi.

Saat itu, baik Hendarman maupun Darmin menolak menyebutkan nama dua tersangka itu serta perusahaan yang terkait. Jumat (31/7), Hendarman mengakui ada yang tidak cocok antara pendapat jaksa penuntut umum dan penyidik Ditjen Pajak. Ketidakcocokan itu antara lain, ada pihak yang ditetapkan sebagai saksi oleh Ditjen Pajak, tetapi jaksa berpendapat layak sebagai tersangka. Begitu pula sebaliknya, Ditjen Pajak menetapkan seseorang sebagai tersangka, yang menurut jaksa lebih tepat sebagai saksi.

Tjiptardjo yang dilantik pada Selasa (28/7) sebagai Dirjen Pajak menggantikan Darmin Nasution menegaskan, pihaknya akan terus bekerja sama dengan kejaksaan agar kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri dapat terus berjalan. "Status berkas perkaranya sudah P19 (masih ada dokumen yang harus dilengkapi).

Sudah dikembalikan dari kejaksaan ke kepolisian untuk keempat kalinya," ujar Tjiptardjo saat itu. Keterangan Jasman dalam siaran pers, berkas perkara atas nama tersangka Willihar Tamba dan Goh Bun Sen belum memenuhi unsur pasal yang disang-kakan. yakni Pasal 39 Ayat 1 huruf c juncto Pasal 43 Ayat 1 UV Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang telah diubah menjadi UU No 16/2000.

Di antaranya soal surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak yang ditandatangani Willihar Tamba tahun 2003 dan 2004, secara kasatmata berbeda tanda tangannya.

Unsur "menyampaikan pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap". Namun, dalam berkas perkara, tidak terungkap perhitungan yang harus dimuat dalam SPT. Selain itu, metode perhitungan seperti hedging, mark up, dan transfer pricing belum diuraikan.

Sumber : Kompas

Tidak ada komentar:

Arsip Berita & Peraturan Perpajakan 2010

Cari Blog Ini